Sartika termenung di
beranda
Menatap pelataran
barunya
Puluhan orang
berkelebat
Tanpa kata halo
terucap
Dimanakah pelangimu dulu
Ketika tiada sepi dalam keramaian
Bertamunya sinar rembulan
Dikegelapan malam
Adzan berkumandang
Bocah-bocah berlomba
kesurau
Ia melangkah kepadasan
Menikmati suci tetes
bening
Yang membelai
kulitnya
Dimanakah kirlapanmu dulu
Begitu dekat raja dan rakyat
Begitu dalam rakyat menghamba
Dan betapa terpandangnya dirimu
Kerinduan mendalam
Sartika
Tak pernah ada
obatnya
Haruskah dia memutar
waktu
Atau mencuci otaknya
dengan fenomena kini
Dalam sajak ia bercerita
Adakah yang peduli
Adakah yang peduli
Dia hidup berdampingan
Bagai sebatang kara
Sartika merintih
Mengapa dirimu tak
seperti dulu
Ragamu telah penuh
kepalsuan
Dan keporandaan
Dirimu semakin lemah
Pujian-pujian semakin tersudut
Bukti nihil kata
Dua miliyar lebih menjunjung pujian
Sartika semakin miris
Apa yang bisa
diperbuatnya
Air mata bersih tiada
sisa
Berkesah tiada tara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar