Kamis, 06 Maret 2014

Sartika



Sartika termenung di beranda
Menatap pelataran barunya
Puluhan orang berkelebat
Tanpa kata halo terucap
            Dimanakah pelangimu dulu
            Ketika tiada sepi dalam keramaian
            Bertamunya sinar rembulan
            Dikegelapan malam
Adzan berkumandang
Bocah-bocah berlomba kesurau
Ia melangkah kepadasan
Menikmati suci tetes bening
Yang membelai kulitnya
            Dimanakah kirlapanmu dulu
            Begitu dekat raja dan rakyat
            Begitu dalam rakyat menghamba
            Dan betapa terpandangnya dirimu
Kerinduan mendalam Sartika
Tak pernah ada obatnya
Haruskah dia memutar waktu
Atau mencuci otaknya dengan fenomena kini
            Dalam sajak ia bercerita
            Adakah yang peduli
            Dia hidup berdampingan
            Bagai sebatang kara
Sartika merintih
Mengapa dirimu tak seperti dulu
Ragamu telah penuh kepalsuan
Dan keporandaan
            Dirimu semakin lemah
            Pujian-pujian semakin tersudut
            Bukti nihil kata
            Dua miliyar lebih menjunjung pujian
Sartika semakin miris
Apa yang bisa diperbuatnya
Air mata bersih tiada sisa
Berkesah tiada tara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar