Senin, 17 November 2014

Cerita Horor dengan Suspen

SEPULUH SOSOK KECIL
“Ini rumah baru kita, Ma?” tanya suara mungil yang berlari mengejar mamanya yang sedang memindahkan barang-barang dari truk. “Iya sayang. Ini rumah baru kita. Kemarin Valenia bilang ingin mempunyai rumah didesa ‘kan?” tanya Asti, mamanya. Gadis mungil itu mengangguk senang. Dia berlari kesan-kemari melihat rumah, berkeliling bersama kedua saudaranya, Vian dan Vino. Valenia begitu bersemangat. Dia bertanya banyak hal kepada kedua kakaknya itu. Mama dan ayahnya sedang sibuk memindahkan barang-barang menuju dalam rumah dan menatanya beberapa.
******* *******
Malam itu di suasana baru, rumah baru dan kamar baru. Selesai makan malam, Asti mengantarkan ketiga anaknya menuju kamar tidur mereka. Vian di kamar pribaidnya sedangkan Vino bersama dengan Valenia dikamar satunya. “Bagaimana rasanya dirumah baru?” tanya Asti lembut. “Valenia suka. Udaranya sejuk, pemandangannya bagus, rumahnya juga besar, Ma. Apa lagi dibelakang ada tempat untuk Valenia bermain.” Asti tersenyum. “Valenia betah disini. Valenia suka rumah ini, Ma.” Celotehnya lagi. Asti merasa ada yang sedang mengawasinya. Ia beranjak dari tempat tidur Valenia menuju ke jendela di sudut kamar. Melihat keluar namun tidak terlihat apapun. Ia tutup kembali gordennya. “Ada apa, Ma?” tanya Valenia lugu. “Tidak ada, Sayang. Mama hanya melihat apakah jendela sudah ditutup atau belum. Valenia tidur ya. Kakak sudah tidur dari tadi.” Pinta Asti. “Tetapi Vale masih ingin bercerita banyak dengan Mama. Tidur nanti saja ya, Ma?” desak Valenia. “Valenia ceritanya besok saja. Besok juga seharian dengan Mama, ‘kan?” ujar Asti. “Tapi besok Vale akan bermain dengan teman-teman, Ma.” Rengeknya. Asti bingung. Teman-teman? Valenia sudah memiliki teman? “Sudahlah. Namanya juga anak-anak.” Pikirnya. “sudah ya, Sayang. Ini sudah malam. Vale harus tidur. Selamat malam, Vale. Mama sayang kamu.” setelah memberi kecupan dikening Valenia, Asti mematikan lampu dan keluar menuju kamarnya.
******* *******
Pukul 09:00, Vale berpamitan kepada mamanya untuk bermain dengan teman-temannya. “Kamu akan bermain dengan siapa, Vale? Sejak kapan kamu mempunyai teman disini?” tanya Asti curiga. “Sejak kemarin. Boleh ya, Ma? Vale ingin bermain.” Rengeknya. Setelah berpikir sejenak, Asti pun mengiyakan. “Yasudah. Kamu akan bermain dimana?” selidik Asti. “Hanya dibelakang rumah, Ma.” Jawab Valenia tenang dengan nada yan masih berharap. “Tetapi jangan jauh-jauh. Nanti waktu makan siang Vale pulang ya.” Pinta Asti. “Baik Mama. Vale sayang Mama.” Dengan naada gembira dan kemudian mengecup tangan mamanya lalu berlari kegirangan. Asti tersenyum dengan geleng kepala. Tetapi pikirannya masih merasa curiga dan bertanya-tanya.
******* ********
“Mama, Vale pulang. Lapar.” Rengeknya. “Pas sekali. Ini Mama sudah memasakkan Vale. Baru saja matang. Ayo sini makan.” Mereka berdua pun makan siang bersama. Tiba-tiba. . . . . . . . . . . suara pintu terbuka sangat kencang kemudian gagangnya dimainkan. Valenia masih asik makan dengan tenang. Astiberanjak perlahan dari kursi untuk melihat siapa dan ada apa. Jantungnya berdebar kencang. Ketika sampai diujung dapur, tiba-tiba muncul Vian yang berlari menju dan hampir menabraknya. Asti kaget bukan kepalang. “Mama kenapa?” tanya Vian bingung. “Tidak ada apa-apa.” Jawab Asti dengan masih tidak teratur nafasnya. Kemudian dia menenangkan diri perlahan. “Kamu kenapa sudah pulang?” tanya Asti. “Mama ini bagaimana? Ini sudah pukul 13:30, Ma. Aku selalu pulang pada waktu ini. Ada apa, Ma?” selidik Vian. “Setengah dua?” Asti melongok ke arah jam dinding dan memang benar. “Lalu mana Vino? Dia belum pulang?” tanya Asti. “Vino ada ekstrakulikuler basket, Ma. Dia pulang nanti pukul tiga.” Jawab Vian. “Mama, aku lapar.” Keluhnya. “Cuci tangan dan kaki dulu. Ganti baju kemudian. Setelah itu turun kemari. Mama sudah masak” pinta Asti. “Itu Valenia sedang makan.” Vian melakukan perintah mamanya yang sangat perhatian itu.
“Mama, Vale sudah selesai. Vale akan pergi bermain lagi.” Pintanya. “Hei. Ini waktunya tidur siang, Sayang. Ayo tidur dulu. Vale bermainnya besok lagi saja ya.” Kata Asti lembut. Valenia memasang wajah memelas, berharap mamanya mengijinkan. Asti mengerti kode dari Valenia, tetapi dia harus tetap tidur siang. Asti mendekatkan wajahnya ke wajah Valenia dan berbicara pelan. “Vale, jika besok ingin bermain silahkan, tidak apa-apa. Tetapi, sekarang waktunya tidur siang. Jika Vale tidak tidur siang, nanti malam Vale tidak dapat tidur nyenyak. Vale mau kan mematuhi pinta Mama?” Vale pun mengiyakan, mengangguk dengan wajah masih memelas.
******* ********
Sudah sebulan ini Valenia lebih sibuk bermain sendiri. Entah dia bermain dengan siapa. Asti tidak pernah menceritakan ini kepada suaminya ataupun Vian dan Vino, karena halini hanya terjadi ketika Valenia hanya berdua dirumah dengan Asti. Asi khawatir dengan peristiwa ini. Akhirnya, hari ini dia memustuskan untuk mengintai Valenia. Ketika Valenia berjalan keluar rumah menuju halaman belakang, Asti menuju ke jendela belakang rumah. Disana, Valenia hanya sendirian sedang duduk di ayunan. Sepuluh menit tidak terjadi sesuatu yang mencurigakan. Lima menit kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Valenia tiba-tiba seperti sedang berbicara dengan seseorang. Dia eperti sedang menggandeng seseorang, namun tidak ada orang lain selain Valenia disana. Asti ingin berlari keluar, tetapi dia mengurungkan niatnya. Dia ingin melihat apa yang selanjutnya akan terjadi. Valenia berjalan menuju semak-semak yang berada disisi kanan ayunan, tiba-tiba dia menghilang. Asti kaget bukan kepalang. Dia kemudian berlari mengejar Valenia. Asti berteriak memanggil Valenia dan mencarinya dimana tadi dia menghilang. Namun nihil hasilnya. Asti menangis tersedu-sedu dengan terus memanggil Valenia. Diapun berjalan masuk kerumah dengan lemas, dan pingsan didapur.
“Mama bangun. Mama kenapa? Jangan tinggalkan Vale, Ma. Ayo bangun.” Valenia menggoyang tubuh mamanya dengan menangis. Asti perlahan membuka mata, kemudian tersadar yang didepannya adalah Valenia. Asti langsung memeluknya erat dengan menangis. “Ada apa, Mama?”tanya gadis kecil itu polos. “Tidak ada apa-apa. Valenia mau berjanji sesuatu kepada Mama?” pinta Asti kepada Valenia. “Mau Mama. Janji apa?” jawab Valenia tertarik. “Valenia harus berjanji kepada Mama, Valenia tidak akan pernah lagi bermain dibelakang rumah. Mama mohon. Vale sudah berjanji tadi kepada Mama.” Valenia hanya bisa diam. Kemudian menganguk lemas. Asti memeluk Valenia sangat erat disertai hujanan air matanya. Valenia membalas pelukan itu.
******* *******

Biografi

BIOGRAFI DANDI HERMAWAN
“Bagaimana perjalanan hidupmu, Dan?” tanyaku ditengah perbincangan kami. “Maksudnya bagaimana, Kak?” tanyanya kembali padaku. “Ya maksudnya bagaimana dulu kamu disekolah dasar, SMP, dan SMA ini? Seperti prestasimu, pengalaman-pengalaman dan semacamnya.” jelasku perlahan. “Oh begitu. Begini, Kak. Dulu masa sd kuhabiskan di SD 2 Campurejo dekat rumahku. Selama masa itu, aku pernah mengikuti LCC tingkat kecamatan dan mengikuti lomba seni rupa tingkat kecamatan dengan membawa pulang tropi juara tiga.” Jawabnya. “Wah, masih kecil sudah berprestasi.” Sanjungku. “Jika diniati pasti bisa, Kak.” Tegasnya. “benar. Lalu bagaimana selanjutnya?” lanjutku. “Pada masa smp kuhabiskan di SMP 2 Boja yag jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku dan sdku. Pada masa ini, aku mengikuti banyak sekali kegiatan perlombaan. Pramuka pada acara WSC di UNNES Semarang tingkat provinsi, siswa teladan tingkat kabupaten di Kendal, lomba macapat tingkat kabupaten, olimpiade fisika tingkat provinsi, menjadi komandan pada saat paskibra di Kendal tingkat kabupaten dan menyandang juara dua pada lomba pramuka kategori ketrampilan dan kreativitas di SMK 3 Kendal tingkat kabupaten. Lomba sebanyak itu hanya mendapat satu juara, bukanlah sebuah masalah. Mungkin aku kurang maksimal waktu itu. Dijadikan pengalaman dan pelajaran saja, Kak.” Jelasnya panjang lebar.aku hanya diam menamati dan mendengarkan dia bercerita tanpa ku sela satu patah kata pun. Setelh dia benar-benar sudah berhenti, baruah aku berkomentar. “Hebat sekali kamu, Dan. Mengikuti lomba sebanyak itu. Lalu, bagaimana dengan organisasi yang pernah kamu ikuti?” tanyaku lagi. Dengan tanpa ekspresi lelah sedikitpun, dia kembali bercerita kepadaku. “Pada masa smp aku mengikuti OSIS, Pramuka, dan Paskibra. Di OSIS aku diangkat sebagai bendahara dua, di Paskibra aku diangkat sebagai ketua umum dan di Pramuka aku diangkat sebagai ajudan pembina.” Sebelum dia selesai bercerita, aku menyela. “ Dan, apa kamu tidak terganggu? Apakah waktu belajar kamu tidak bertabrakan atau bermasalah dengan kegiatan-kegiatan dari organisa yang kamu ikuti?” tanyaku. “Tidak, Kak. Haru pintar mengatur waktu. Biasanya kagiatan harian dari masing-masing organisasi berakhir pada pukul 16:00 WIB, sehingga aku masih dapat belajar dan mengerjakan tugas dimalam hari.” Ujarnya. “Wah, benar-benar hebat kamu. lalu apa motivasi belajar kamu?” tanyaku lagi untuk yang kesekian kali. “soal motivasi belajar, aku hanya ingin memberikan yang terbaik bagi nusa dan bangsa sehingga aku dapat membuat ayah dan ibu bangga. Meskipun ibu telah tiada, aku tetap ingin membuktikan siapa Dandi, anak ibu yang sebenarnya.” Tegasnya. Mendengar cerita bahwa ibunya telah tiada, aku menjadi ikut bersedih. “Aku turut berduka cita atas meninggalnya ibumu, Dan. Semoga amal ibadahnya diterima disisi Tuhan. Amin.” Kataku lirih. “Amin, terima kasih Kak. Tidak apa-apa, sekarang aku telah menjadi Dandi yang kuat. Yang penting aku masih memiliki semangat belajar dan bekerja keras yang kuat.” Katanya yakin. “Sungguh tegar. Ingin aku memiliki banyak prestasi sepertimu. Terima kasih, Dan.” Kukatakan dengan menatapnya tajam. “Sama-sama, Kak. Ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang telah ayah dan ibu berikan kepadaku.
Penjelasan panjangnya cukup membuatku bersemangat untuk terus belajar dan berprestasi. Sungguh seseorang yang luar biasa.